ANEMIAN DALAM KEHAMILAN
A.
PENGERTIAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu
dengan kadar Hb < 11,00 gr% Pada trimester I dan III atau kadar Hb <
10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak
hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II(Sarwono P, 2002).
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin
atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat.
Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita
hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).
Anemia hamil disebut ” potential danger to matter and
child (potensial membahayangkan ibu dan anak) ”, karena itulah anemia
memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan pada lini terdepan.
Baik
di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia
bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut anemia berat atau bila
kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis.
Wanita
tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr % dan hematokrit 35-54
%, angka – angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang
mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan
hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal.
Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan
akhir.
B.
EPIDEMIOLOGI ANEMIA
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001,
anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1%
(Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi
dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum
kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa
cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun
2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03%
(tahun 2007) menjadi 48,14% (Depkes, 2008).
Frekuensi
timbulnya anemia dalam kehamilan tergantung pada suplementasi besi.
Taylor dkk melaporkan rata-rata kadar hemoglobin sebesar 12,7 g/dl pada wanita
yang mengkonsumsi suplemen besi sementara rata-rata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang
tidak mengkonsumsi suplemen.
Karakter Trias
Epidemiologi
1) Host
Faktor host (pejamu)
dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari:
a.
Umur
Semakin
muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung
oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki
prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35
tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena
pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika
hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada
riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan
pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
b.
Kelompok etnik
Berdasarkan
penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki
risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini
juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi
c.
Keadaan Fisiologis
Keadaan
fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume
plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe yang
lebih banyak untuk eritropoesis.
d.
Keadaan imunologis
Keadaan
imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan
proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal
ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari
seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel
darah merah.
e.
Kebiasaan
Kebiasaan
ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat
atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain
itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan
kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil.
Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang
merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
f.
Sosial ekonomis
Faktor
sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan.
Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan
mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan
kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki
pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan
informasi mengenai anemia pada kehamilan.
g.
Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor
kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan.
Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang
tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk
terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi
atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit
diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai
riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil
(Omoniyi, Stayhorn, 2005).
2)
Agen
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
a.
Unsur gizi
Terjadinya
anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat
dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe
yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
b.
Kimia dari dalam dan luar
Anemia
pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat.
Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan
sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan
eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan
tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
c.
Faktor faali/ fisiologis
Faktor
fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan
peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal
tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
3)
Lingkungan
Dari
ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi.
Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi
kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi
yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya
secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia.
Jika
lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan
dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia
kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi
akan mempengaruhi kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan
mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang
adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
C.
PATOGENESA ANEMIA PADA KEHAMILAN
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran
tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya
paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa
terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip
Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent,
dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan
(fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu
hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil,
ibu sebagai penjamu (host).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan
menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit
meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut
terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat
bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia)
sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan
kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan
janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir.
Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga
berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan
dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.
Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan
zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester
3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada
ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan
sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani,
maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan
kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat
lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat,
kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan
hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir
apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam
Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus
dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan
prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR,
mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan
menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .
Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum
terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan
subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi
pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume
plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin.
Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya
cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk
eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat
cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi
pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah
cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe
pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan
kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada
kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam
kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia hipoplastik
dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia
makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin
B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran
eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/
kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu
hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada
saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap
awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau
kematian.
Kemudian tahap patogenesis berakhir pada
kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan
dapat berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya.
Perubahan
hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan,dan maksimum
terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurunsedikit
menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti
laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
D.
PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi
makanan bergizi seimbangdengan asupan zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapatdiperoleh dengan cara
mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran
berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung,
buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi
yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran
atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
suplemen Fe dosisrendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb
lebih/=11g/dl),sedangkan
untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemenFe sulfat
325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensiasam
folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapatdiberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200
mcg/hari
Peran bidan dapat masuk dalam
tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu :
1.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada fase
prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum
dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, bidan komunitas dapat
berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa asupan
bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah
selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi
ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa
melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, bidan juga dapat berperan
sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara
mencegah anemia pada kehamilan.
Selain itu, sebagai fasilitator bidan dapat mengaktifkan
kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai
tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Bidan
juga dapat menjadi
motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin di tempat
pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk selalu
mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya
anemia.
2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap pathogenesis yaitu
mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit
atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas diantaranya
adalah sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early detection)
seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia
atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang,
atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala
yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan
dengan hal tersebut. Sehingga, bidan dapat memberikan
tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam
hal ini, bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus,
peneliti, konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Sebagai
penemu kasus dan peneliti, bidan dapat menggambarkan
dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga datanya
bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian anemia
tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, maka bidan sebagai care giver
dan kolaborator dapat memberikan terapi oral berupa Fe dan memberikan rujukan
kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).
Bidan dapat memberikan pengarahan dan motivasi
kepada ibu hamil dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang
tidak diinginkan pada ibu dan janin. Bidan juga dapat memotivasi
kader untuk dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di
wilayahnya.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk
untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang dan memperpanjang hidup.
Contoh
pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar
hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar
hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak
adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini, bidan
dapat berperan sebagai
care giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.
E.
GEJALA ANEMIA DALAM
KEHAMILAN
·
Ibu mengeluh cepat lelah, Sering pusing, Mata berkunang-kunang,
·
Nafsu makan turun (anoreksia), mual,
muntah
·
Konsentrasi hilang,
·
Nafas pendek (pada anemia parah)
·
Keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda.
·
Keletihan, malaise, atau mudah
megantuk
·
Pusing atau kelemahan
·
Sakit kepala
·
Lesi pada mulut dan lidah
·
Kulit pucat
·
Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
·
Dasar kuku pucat
·
Takikardi
·
perubahan jaringan epitel
kuku, gangguan sistem neurumuskular
·
disphagia
dan pembesaran kelenjar limpa.
F.
ETIOLOGI ANEMIA DALAM
KEHAMILAN
Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :
·
Kurang gizi (malnutrisi) seperti zat besi, asam folat, dan B12
·
Kemampuan perombakan sel darah merah yang terlalu
cepat
·
Malabsorpsi
·
Kehilangan darah banyak seperti
persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
·
Penyakit-penyakit kronik seperti TBC
paru, cacing usus, malaria,
G. DIAGNOSA ANEMIA KEHAMILAN
Penegakan DX pada
kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa, pada anamnesa akan didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing–pusing, mata berkunang –kunang, dan muntah
lebih sering dan hebat pada kehamilan muda.
Pada
pemeriksaan umum didapatkan tekanan daran ibu rendah jumlah plasma darah lebih
banyak dari eritrosit sehingga darah ibu lebih encer. Nadi ibu cepat karena
kerja jantung lebih meningkat untuk membawa makanan dan oksigen keseluruh tubuh
serta transportasi ke dalam rahim
Pada
pemeriksaan inspeksi, diperoleh data kalau konjungtiva ibu pucat, telapak
tangan pucat, bagian pinggir bibir pucat, karena darah ibu tidak mencukupi
sampai kebagia-bagian ujung tubuh ibu. Ibu juga terlihat lemah, letih, lesu,
karena kurangnya nutrisi untuk beraktivitas.
Sedangkan pemeriksaan
HB dan pengawasan HB dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan alat
Hb sahli. Hasil pemeriksaan HB dengan dengan sahli dapat digolongkan sebagai
berikut :
·
HB 11 gr % Tidak anemia
·
9 – 10 gr % Anemia ringan
·
7 – 8 gr % Anemia sedang
·
< 7 gr % Anemia berat
H. JENIS-JENIS ANEMIA
Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan darah
adalah sebagai berikut :
a.
komponen (bahan) yang berasal dari makanan
·
Protein, glukosa, lemak
·
Vitamin B12, asam falat, Vit C
·
Elemen dasar : Fe, Ion Cu, Zink
b.
Sum-sum tulang
c.
Kemampuan reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan
d.
Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel
– sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk
membentuk sel darah yang baru.
e.
Terjadinya perdarahan yang kronik (menahun)
·
Menstruasi
·
Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma
uteri,
Polip Serviks, penyakit darah.
Polip Serviks, penyakit darah.
Berdasarkan atas faktor – faktor diatas maka anemia dapat
digolongkan menjadi :
1. Anemia Zat Besi
(kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat
besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat
besi.
Morfologi terdiri dari SDM hipokrom
mikrositik. Zat besi serum menurun dan kapasitas pengikat zat besi meningkat. Merupakan anemia yang paling sering dijumpai pada
kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang masuknya unsur besi dalam makanan,
karena gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau karena terlampaui banyaknya besi keluar dari badan, misalnya
pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama
pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita hamil 17 mg
2. Anemia Megaloblastik
(kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik adalah penyakit yang ditandai
dengan penurunan jumlah SDM (sel darah merah) dan hipokrom makrositik Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi asam folat. Umumnya terkait dengan anemia defisiensi
zat besi. Jarang dijumpai kasus anemia megaloblastik saja
3.
Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia
pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat
sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali
sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
4.
Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia
yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat,
yaitu penyakit malaria.
Suatu defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan
diturunkan, yang ditandai dengan ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD,
yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis penggunaan glukosa secara aerob oleh
SDM. Anemia ini dapat ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan
Mediterania. Kejadiannya Dua persen dari semua wanita keturunan
Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
penyebabnya Infeksi dan beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu
hemolisis SDM yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
5.
Anemia
Pernisiosa
Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung,
yang diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena B12
tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang dengan normal. Kasus ini jarang
dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
6.
Anemia Sel
Sabit
Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S.
gejala tidak tampak kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat. Pada penyakit
sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik dan melemahkan. Angka
morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi. Kejadiannya Satu dari 12
keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel sabit. Satu dari 500 keturuna
Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
I.
PENGARUH ANEMIA PADA
KEHAMILAN DAN JANIN.
a.
Bahaya selama kehamilan
·
Persalinan Prematur
·
Mudah terjadinya Infeksi
·
Ancaman Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
·
Hiperemesis Gravidarum
·
Perdarahan Antepartum
·
KPD ( Ketuban Pecah Dini )
b.
Bahaya saat persalinan
·
Gangguan his kekuatan mengejan
·
Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
·
Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
·
Pada kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH
karena Atonnia Uteri
karena Atonnia Uteri
·
Pada kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder
dan Atonia Uteri
dan Atonia Uteri
c.
Bahaya pada saat Nifas
·
Terjadi Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
·
Memudahkan infeksi Puerpurium
·
Berkurangnya pengeluaran ASI
·
Dapat terjadi DC mendadak setelah bersalin
·
Memudahkan terjadi Infeksi mamae
d.
Pengaruh Anemia Terhadap Janin
Meskipun janin mampu
menyerap berbagai kebutuhan dari Ibunya tetapi jika anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim. Pengaruh – pengaruhnya terhadap janin diantaranya :
·
Abortus
·
Kematian Interauterin
·
Persalinan Prematuritas tinggi
·
BBLR
·
Kelahiran dengan anemia
·
Terjadi cacat kongenital
·
Bayi mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
·
Intelegensi yang rendah
·
Kekuranganenergi dalam asupan makanan yang dikonsumsi
menyebabkan tidak tercapainya penambahan berat badan ideal dari ibu
hamil yaitu sekitar 11 - 14kg. Kekurangan itu akan diambil dari persediaan
protein yang dipecah menjadienergi
J.
KEBUTUHAN ZAT BESI
PADA WANITA HAMIL
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari pada laki – laki
karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak kurang lebih 50 cc – 80 cc
setiap bulan pada wanita dan kehamilan, zat besi yang berkurang sebesar 30 – 40
mg. Pada saat kehamilan
memerlukan tambahan zat besi untuk menambahkan sel darah merah dan membentuk
sel darah merah pada janin dan placenta. Semakin sering wanita hamil dan
melahirkan maka akan semakin banyak wanita itu kehilangan zat besi dan menjadi
semakin anemis.
Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
·
Meningkatkan sel darah Ibu 500 mg Fe
·
Terdapat dalam placenta 300 mg Fe
·
Untuk darah janin 100 mg Fe + Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan Fe minimal, maka disetiap
kehamilan akan menguras Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Pada setiap kehamilan relatif mengalami anemia dikarenakan darah
Ibu mengalami Hemodilusi (pengenceran) dan meningkatkan volume 38 % - 40 % yang
puncaknya pada kehamilan 32 – 34 minggu. Jumlah pertambahan
sel darah 18 % - 30 % dan HB sekitar 19 %. Bila HB sebelum hamil sekitar 11 gr
maka dengan terjadinya Hemodilusi akan mengakibatkan anemia fisiologi, dan HB
Ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5 – 10 gr %.
Setelah persalinan dengan lahirnya Bayi dan
placenta maka akan kehilangan zat besi kurang lebih 900 mg dari perdarahan yang
dialami Ibu saat persalinan. Saat laktasi Ibu memerlukan kesehatan jasmani yang
optimal sehingga dapat menyiapkan ASI unntuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Dalam keadaan anemia laktasi tidak dapat terlaksana dengan baik maka dari itu sbisa
mungkin ibu tidak anemis.
K.
PENGOBATAN ANEMIA
1. Anemiadefisiensi Zat Besi
Penatalaksaan :
a. Skrining rutin
· Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan
darah sebelumnya.
· Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.
· Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi).
· Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
b. Terapi anemia:
· Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau
Na-fero bisitrat.
· Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
a) Berikan konseling gizi.
· Tinjau diet pasien.
· Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.
· Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi.
· Rujuk ke ahli gizi.
b) Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal. Kebutuhan
zat besi saat kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi.
· Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih
mahal. Setiap sediaan garam zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat
besi.
· Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
· Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam
sebelum makan atau 2 jam sesudahnya.
· Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang
tinggi vitamin C atau tablet vitamin C.
· Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat bes
· Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada
tidak mengkonsumsi sama sekali.
c) Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik.
Kelola pasien ini menurut panduan terapi anemia.
· Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan, pertimbangkan
pemberian cairan IV atau heparin lock saat persalinan.
· Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan.
Efek samping pada traktus gastrointestinal relatif kecil pada pemberian
preparat Na-fero bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.
· Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50µg asam folat
untuk profilaksis anemia.
· Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg
(20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif
lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi :
intoleransi besi pada gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.
Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan
dosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.
2. Anemia Megaloblastik.
Penatalaksanaan
a) Suplemen
·
Vitamin prenatal yang mengandung asam
folat dan zat besi
·
Satu sampai dua milligram asam folat per
hari untuk memperbaiki defisiens asam folat.
·
Suplemen zat besi, dengan pertimbangan
bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa anemia defisiensi zat besi.
b)
Konseling gizi
·
Kaji diet pasien
·
Rekomendasikan sumber-sumber asam folat
dalam diet
·
Rujuk ke ahli gizi
c)
Hitung darah lengkap
·
Ulangi hitung darah lengkap dalam 1
bulan.
·
Perhatikan adanya peningkatan hitung
retikulosit sebesar 3-4% dalam 2-3 minggu, dan sedikit peningkatan pada hitung
Hb dan Ht.
3.
Anemia hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia)
Penatalaksanaan
a) Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau kerap
mengalami infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD.
b) Terapi
·
Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.
·
Berikan daftar obat-obatan yang perlu
dihindari.
·
Bila pasien hamil, lakukan kultur dan
sensitivitas (culture and sensitivity, C&S) urine bulanan.
·
Konsultasikan dengan dokter bila pasien
dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.
4.
Anemia: Pernisiosa
Penatalaksanaan
a)
Kaji diet pasien terhadap produk hewani.
Bila asupan dietnya kurang sumber-sumber vitamin B12 berikan
konseling gizi.
b)
Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B12
parenteral per IM setiap bulan.
c)
Tawarkan rujukan ke ahli gizi.
d)
Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1
bulan.
·
Kondisinya membaik bila
o Morfologi normal
o Kadar Ht meningkat
·
Bila tidak ada perubahan, konsultasikan
ke dokter.
5. Anemia Sel Sabit
Penatalaksanaan
a. Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:
·
Bila uji negatif, kedua gen normal dan
tidak ada masalah.
·
Bila uji positif, minta pemeriksaan
elektroforesis hemoglobin.
·
Bila gen homozigot,pasien dianggap
beresiko tinggi dan harus dirujuk ke dokter.
·
Bila gen heterozigot, pasien dianggap
beresiko rendah dapat dikelola secara normal selama kehamilan dan persalinan.
b.
Pertimbangkan kultur dan sensitivitas
urine bulanan karena peningkatan resiko ISK selama kehamilan.
c.
Beri konseling kepada pasien:
·
Jelaskan kepada pasien mengenai sifat
sel sabit yang dibawanya.
·
Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen
ayah juga heterozigot, ada kemungkinan bayinya menderita penyakit ini.
·
Rujuk pasien untuk konseling genetik
bila perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar