ATONIA UTERI
II. 1 Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri
(plasenta telah lahir).
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana
mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia
uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.
II. 2 Etiologi/ Penyebab Atonia Uteri
Beberapa faktor Predisposisi
yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia
Uteri, diantaranya adalah:
1.
Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,
diantaranya :
·
Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
·
Kehamilan gemelli
·
Janin besar (makrosomia)
2.
Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3.
Multipara dengan jarak keahiran pendek
4.
Partus lama / partus terlantar
5.
Malnutrisi
6.
Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan
plasenta, sedangkan sebenarnya belum
terlepas dari uterus.
7.
Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang
pada preeklamsi dan eklamsi.
8.
Persalinan yang di induksi atau dipercepat dengan oksitosin.
II. 3 patofisiologi
Atonia uteri merupakan
penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk
mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi
daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
II. 4 Manifestasi klinis
·
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·
Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
II. 5 Tanda dan
Gejala Atonia Uteri
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan
darah tidak merembes. Peristiwa yang sering terjadi pada kondisi ini adalah
darah keluar disertai gumpalan . Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah
tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan lainnya.
3. Fundus Uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah
b. Tekanan darah yang rendah
c. Pucat
d. Keringat/ kulit terasa
dingin dan lembab
e. Pernapasan cepat
f. Gelisah, bingung atau
kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit
II. 6 Pencegahan atonia uteri.
Pemberian oksitosin rutin
pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin
sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir.
Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per
liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu
paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada
pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
II. 7 Penatalaksanaan Atonia Uteri
1. Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
2. Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi
uterus.
3. Bersihkan bekuan darah atau
selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
4. Bekuan darah dan selaput
ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus
secara baik.
5. Pastikan bahwa kantung kemih
kosong. Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus
berkontraksi secara baik.
6. Hentikan perdarahan dengan
Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
·
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril,
dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari)
melalui introitus ke dalam vagina ibu.
·
Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri langsung bersihkan, mungkin hal ini yang
menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
·
Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior
tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong
dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan
dan belakang.
·
Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi
plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi.
·
Evaluasi keberhasilan :
a. Jika uterus berkontraksi dan
perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian
perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina dan pantau kondisi ibu secara
ketat selama kala IV.
b. Jika uterus berkontraksi
tapi perdarahan terus berlangsung, periksa ulang perenium, vagina, dan seviks,
apakah terjadi laserasi.Jika demikian,segera lakukan penjahitan untuk
menghentikan perdarahan.
7. Jika uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi
bimanul eksternal :
·
Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
korpus uteri dan diatas simpisis pubis.
·
Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding
belakang korpus uteri ,sejajar dengan dinding depan korpus uteri.Usahakan
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
·
Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan
depan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman myometrium dapat dijepit
secara manul.Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus
untuk berkontraksi.
8. Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri
pemoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
9. Berikan ergometrin 0,2 mg IM
atau misoprostol 600 -1000 mcg per rectal.Jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi karna ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
10. Pasang infuse dengan jarum
ukuran 16 atau 18, berikan infuse RL 500 + 20 unit oksitosin guyur dalam waktu
10 menit.
11. Pakai sarung tangan steril
dan ulangi KBI.
12. Jika uterus berkontraksi
pantau ibu secara seksama selama persalinan kala IV Dan jika uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu dan dampingi ibu
ketempat rujukan.
13. Lanjutkan infus RL + 20 unit
oksitosin dalam 500 cc / jam hingga tiba ditempat rujukan atau menghabiskan 1,5
liter infus.Kemudian berikan 125 cc / jam. Jika tidak tersedia cairan yang
cukup , berikan 55cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk
rehidrasi.
II. 8 Manajemen atonia uteri
Manajemen Atonia Uteri
terdiri dari :
1.
Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
2.
Masase dan kompresi bimanual.
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi
uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max
15 detik)
a.
Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera
b.
Jika uterus tidak berkontraksi maka :
·
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina
& lobang serviks
·
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
·
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
·
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit,
keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
·
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga
untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi);
Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20
unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBIJika uterus
berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empatJika uterus tidak
berkontraksi maka rujuk segera.
3.
Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh
lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat
diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan
oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang
dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg,
dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV
bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan
hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,
yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara
rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1
g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari
beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan
84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan
masif yang terjadi.
4.
Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air
panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia
uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk
memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih
kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga
memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus
terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika
broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,
sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi.
5.
Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina
menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri
uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari
rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan
kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi
vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri
uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke
servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
·
Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang,
untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna
dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada
vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis
harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah
trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan
ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
·
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan
oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
·
Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
II. 9 Kompresi bimanual atonia
uteri
Peralatan : sarung tangan
steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik : Basuh genetalia
eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
1.
Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
2.
Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus
uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
3.
Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan
uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan
lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu
10-15 menit.Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering
menghentikan perdarahan secara sempurna.
Kompresi Bimanual Atonia
Uteri :
a. KBI
b. KBE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar