Senin, 25 Juni 2012

atonia uteri


ATONIA UTERI

II. 1 Pengertian Atonia Uteri

            Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
            Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.

II. 2 Etiologi/ Penyebab Atonia Uteri

Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah:
1.      Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
·         Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
·         Kehamilan gemelli
·         Janin besar (makrosomia) 
2.      Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3.      Multipara dengan jarak keahiran pendek
4.      Partus lama / partus terlantar
5.      Malnutrisi
6.      Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya    belum terlepas dari uterus.
7.      Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi dan eklamsi.
8.      Persalinan yang di induksi atau dipercepat dengan oksitosin.

II. 3 patofisiologi

          Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan    alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan   mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena        kegagalan mekanisme ini.
          Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium         yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia          uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.


II. 4 Manifestasi klinis

·         Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·         Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)


II. 5  Tanda dan Gejala Atonia Uteri

1.      Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan . Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2.      Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan lainnya.
3.      Fundus Uteri naik
4.      Terdapat tanda-tanda syok
a.       Nadi cepat dan lemah
b.      Tekanan darah yang rendah
c.       Pucat
d.      Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
e.       Pernapasan cepat
f.       Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
g.      Urine yang sedikit


II. 6 Pencegahan atonia uteri.

          Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi             darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

II. 7 Penatalaksanaan Atonia Uteri

1.      Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
2.      Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.
3.      Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
4.      Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
5.      Pastikan bahwa kantung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
6.      Hentikan perdarahan dengan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
·         Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.
·         Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri langsung bersihkan, mungkin hal ini yang menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
·         Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang.
·         Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi.
·         Evaluasi keberhasilan :
a.       Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina dan pantau kondisi ibu secara ketat selama kala IV.
b.      Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa ulang perenium, vagina, dan seviks, apakah terjadi laserasi.Jika demikian,segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
7.      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanul eksternal :
·         Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan diatas simpisis pubis.
·         Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri ,sejajar dengan dinding depan korpus uteri.Usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
·         Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman myometrium dapat dijepit secara manul.Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi.
8.      Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri pemoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
9.      Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 -1000 mcg per rectal.Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karna ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
10.  Pasang infuse dengan jarum ukuran 16 atau 18, berikan infuse RL 500 + 20 unit oksitosin guyur dalam waktu 10 menit.
11.  Pakai sarung tangan steril dan ulangi KBI.
12.  Jika uterus berkontraksi pantau ibu secara seksama selama persalinan kala IV Dan jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu dan dampingi ibu ketempat rujukan.
13.  Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc / jam hingga tiba ditempat rujukan atau menghabiskan 1,5 liter infus.Kemudian berikan 125 cc / jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup , berikan 55cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi.


II. 8 Manajemen atonia uteri

          Manajemen Atonia Uteri  terdiri dari :
1.      Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2.      Masase dan kompresi bimanual.
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
a.       Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
b.      Jika uterus tidak berkontraksi maka :
·         Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
·         Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
·         Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
·         Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
·         Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBIJika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empatJika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
3.      Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

4.      Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

5.      Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

·         Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

·         Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

·         Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

II. 9 Kompresi bimanual atonia uteri
      
          Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang     yang telah dicuci.

Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
1.      Eksplorasi dengan tangan kiri
            Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
2.      Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
3.      Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.

Kompresi Bimanual Atonia Uteri :
a.       KBI
b.      KBE


Tidak ada komentar:

Posting Komentar